Apa buktinya kalau kelainan LGBT bersifat genetis? Dari
zaman Kerajaan,penjajahan, hingga awal abad 20, belum pernah ada tertulis di
catatan-catatan/referensi sejarah, “Seorang raja tertarik secara seksual kepada
panglima perangnya”.
Barulah di abad 20 media komunikasi dan informasi berkembang
dengan sangat pesat tanpa selektivitas yang memadahi. Akibatnya kelainan seks
yang oleh masyarakat tradisional dianggap tabu dan tidak patut diumbar-umbar, sekarang
dapat secara detail disebarluaskan oleh media informasi dan komunikasi serta
diakses oleh jutaan orang di berbagai belahan dunia. Dengan demikian, mulai
terpikir suatu ide untuk meniru perilaku menyimpang tersebut karena
mispersepsi; perilaku menyimpang dianggap sebagai trend yang harus diikuti.
Contoh: Di Amerika Serikat banyak sekali pernikahan massal homoseksual diekspos
oleh media massa.
Pro Legalisasi
Keadilan untuk Menikah
Menolak hak seseorang untuk menikah dengan orang yang
dicintainya akan menyebabkan terjadinya diskriminasi. Jika diteruskan dalam
waktu yang lama, maka akan timbul kesenjangan sosial yang baru.
Keturunan
Mempunyai anak bukanlah satu-satunya tujuan dari pernikahan.
Jika memang hal tersebut adalah satu-satunya tujuan, maka pasangan yang mandul
atau tidak ingin punya anak juga seharusnya tidak diperbolehkan untuk menikah.
Di sisi lain, dengan tidak memiliki anak secara biologis, pasangan gay bisa
mengadopsi anak-anak yang kurang beruntung. Hal ini juga akan menurunkan jumlah
kepadatan populasi di Indonesia.
Kecerdasan Anak
Sebuah riset yang dilakukan oleh University of Melbourne
pada tahun 2014 menunjukkan bahwa anak yang diasuh oleh pasangan gay memiliki
prestasi sekitar 6% lebih tinggi daripada anak yang diasuh oleh pasangan
heterosexual. Bahkan di Amerika, seorang jurnalis bernama Ezra Klein mengatakan
bahwa "Kita seharusnya memohon pada pasangan gay untuk mengadopsi
anak-anak."
Kesehatan Psikologis
Dengan melarang pernikahan sesama jenis, tingkat penyakit
psikologis pun meningkat. Menurut penelitian oleh peneliti dari UCLA, San
Francisco State University, dan the University of Massachusetts at Amherst, pasangan
gay yang tidak diperbolehkan menikah akan cenderung mengalami stres yang lebih
tinggi dibandingkan pasangan lain.
Agama
Institusi agama boleh menolak menikahkan pasangan gay jika
mereka mau, tetapi mereka tidak mempunyai hak untuk mendikte hukum tentang
pernikahan di masyarakat pada umumnya. Karena pada hakikatnya, negara Indonesia
bukanlah negara Agama melainkan negara yang merdeka. Oleh sebab itu, kedaulatan
tertinggi ada pada tangan rakyat.
Kontra Legalisasi
Demokrasi
Bebas ya bebas, asalkan jangan sampai manusia dibebasan
untuk melakukan sesuatu yang jauh melampaui batas kemanusiaan; sesuatu yang
menyalahi kodratnya sebagai manusia, seperti LGBT.
Lingkungan yang buruk untuk tumbuh kembang anak.
Seorang anak membutuhkan seorang ibu yang ‘dekat’ secara
emosional, memahami dan tahu apa yang mereka butuhkan, termasuk nasihat yang
baik. Seorang anak, terlebih anak gadis, membutuhkan seorang ayah untuk
membimbing dan melindunginya dari aktivitas seksual dini serta kehamilan dini.
Pasangan sesama jenis tidak mungkin dapat dengan sempurna menggantikan peran
ayah dan ibu karena jenis kelamin yang sama cenderung memiliki naluri yang sama
(sama-sama sebagai bapak atau ibu).
Tingkat kesetiaan pasangan GLBT sangat rendah
Para GLBT selalu mencari cara untuk mempertahankan
kenikmatan seksual. Mereka akan merasa menderita bila hasrat seksual mereka
tidak terpuaskan. Maka dari itu banyak dari mereka yang memiliki pasangan lebih
dari satu dalam periode yang sama.
Tingkat kelanggengan pasangan GLBT sangt rendah
Karena ketidakpuasan seksual, mereka mengalami depresi dan
memilih untuk melimpahkannya lewat kekerasan kepada pasangan. Tingkat kekerasan
44 kali lebih besar pada lesbian dan 300 kali lebih besar pada gay.
Menimbulkan berbagai penyakit
Hubungan seksual gay secara sodomi menularkan Human
Papilovirus (HPV) yang dapat menyebabkan kanker anal. Hubungan seksual gay
secara oral dan berganti-ganti pasangan dapat menyebabkan kanker mulut serta
menularkan virus HIV yang seringkali berkembang menjadi AIDS. Menurut
penelitian Cancer Support Community, wanita lesbian memiliki daya tahan lebih
rendah terhadap virus, mikroorganisme, peradangan, dan sel kanker dibanding
dengan wanita normal. Dengan demikian, wanita lesbian yang telah melakukan
hubungan seksual lebih mudah tertular dan dapat mengalami peradangan selaput
otak (meningitis) hingga kanker payudara.
Kenapa harus melalui legalisasi untuk para penderita
kelainan LGBT mendapat persamaan hukum?
Legalisasi: proses membuat sesuatu menjadi legal/sah/resmi.
Tujuan kita seharusnya adalah untuk menjamin persamaan hak
dan kedudukan bagi para LGBT tanpa melegalisasi hubungan &/ perkawinan
sejenis. Pada intinya, tujuan penderita LGBT menuntut legalisasi adalah untuk
mendapat persamaan di berbagai bidang kehidupan; untuk dianggap ‘setara’ dalam
masyarakat. Bila tanpa diadakan legalisasi masyarakat dapat bertoleransi dengan
penderita LGBT, saya yakin LGBT tidak lagi memerlukan legalisasi. Mengapa
mayarakat tidak bisa menerima penderita LGBT layaknya warga negara secara adil
dan sah?
Sebagai perbandingan, masyarakat kini sudah dapat mentolerir
warga negara Indonesia keturunan Cina yang notabene mengalami diskriminasi oleh
pemerintah dan masyarakat Orba. Sekarang banyak warga negara keturunan Cina
dapat mencalonkan diri sebagai pegawai pemerintah, beberapa atlet keturunan
Cina memenangkan kejuaraan internasional seperti badminton, dan semakin banyak
remaja keturunan Cina diterima di perguruan-perguruan tinggi negeri.
Masa untuk menghargai pilihan orang lain saja masyarakat
Indonesia tidak mampu?
Sumber :
(http://www.kompasiana.com/josephine_claretta/pro-dan-kontra-legalisasi-lgbt-indonesia_56cfdc6f6d7a61590e3ef2db)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar